Komisi C Bahas Raperda Pengelolaan Sampah, Dini Inayati Tekankan Efisiensi, Kolaborasi dan Jangan Memberatkan Masyarakat
SEMARANG, 15 Juli 2025 — Komisi C DPRD Kota Semarang menggelar rapat kerja pada Selasa (15/7) di Ruang Serbaguna 2 untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Sampah. Dalam forum tersebut, Anggota Komisi C dari Fraksi PKS, Dini Inayati, memberikan sejumlah catatan penting terkait substansi dan efektivitas regulasi yang tengah disusun.
Dini menekankan pentingnya penyederhanaan redaksi dalam pasal-pasal yang mengatur partisipasi masyarakat. Ia menilai istilah "partisipasi" dan "peran serta masyarakat" memiliki makna yang sama sehingga sebaiknya disatukan untuk menghindari duplikasi.
"Redaksi harus sederhana dan jelas. Istilah 'partisipasi' dan 'peran serta masyarakat' itu semakna, cukup digunakan satu istilah saja agar tidak membingungkan dan tumpang tindih," ujar Dini.
Ia juga mengusulkan penggabungan Pasal 63 dan 64 karena substansinya dianggap serupa, serta menyoroti belum dimuatnya definisi FPSS (Fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik) dan TPSSS-B3 (Tempat Penampungan Sementara Sampah Spesifik Bahan Berbahaya dan Beracun) dalam ketentuan umum.
Dini turut menyampaikan kekhawatiran terkait kewajiban tiap wilayah memiliki TPS spesifik. Menurutnya, hal ini bisa membebani masyarakat dan pemerintah daerah secara tidak proporsional. Sebagai alternatif, ia menyarankan kerja sama dengan pengelola sampah bersertifikat.
“Pemerintah tidak perlu membebani daerah dengan membangun TPS sendiri. Cukup bekerja sama dengan pengelola sampah yang sudah bersertifikat,” jelasnya.
Ia juga menolak wacana pembangunan FPSS secara langsung oleh pemerintah daerah. “Yang perlu dibangun itu kerja sama, bukan fasilitasnya. Pemerintah cukup memfasilitasi dan menggandeng pihak ketiga yang sudah berkompeten,” lanjut Dini.
Lebih lanjut, ia mengusulkan agar dalam Raperda dicantumkan pasal tersendiri tentang TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), serta memberikan solusi agar sampah spesifik yang tidak bisa masuk ke TPA produsen dapat langsung dikelola oleh pengelola sampah bersertifikat.
Menutup pandangannya, Dini memberikan catatan pada Pasal 47 yang mengatur tanggung jawab penyediaan fasilitas. Ia mengusulkan struktur tanggung jawab dimulai dari pemerintah daerah, kemudian pemanfaatan fasilitas umum, dan terakhir kerja sama dengan badan usaha bersertifikat.
Diharapkan, melalui masukan tersebut, Raperda Pengelolaan Sampah tidak hanya kuat secara normatif, tetapi juga realistis dan implementatif. “Regulasi ini harus menjawab tantangan lapangan, tapi jangan sampai memberatkan masyarakat,” tegas Dini menutup pernyataannya.